Ijtihad Ulama Pesisir dan Pencegahan Penangkapan Ikan yang Merusak di Indonesia


Oleh: Arian Bagas Prasetyo

Adanya ancaman terhadap kelestarian alam adalah masalah yang menyertai proses perkembangan masyarakat modern. Ijtihād dalam masalah ekologi tidak bisa dihindari, ijtihād dapat menjadi titik masuknya bagi ajaran Islam untuk memberikan solusi atas permasalahan-permasalahan di era saat ini. Ijtihād di era sekarang adalah suatu keharusan karena pembahasan tentang lingkungan belum dimasukkan dalam perhatian para ahli fikih. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya pembahasan yang detail mengenai pelestarian atau perusakan lingkungan hidup dalam buku-buku fiqh. Kemudian salahsatu masalah ekologi dunia saat ini adalah perusakan ekosistem laut. Oleh karena itu, ijtihād dalam hal-hal yang berkaitan dengan konservasi laut tidak dapat dihindari. Hasil ijtihād umumnya disebutsebagai fiqh konservasi laut. Secara umum, fiqh konservasi laut adalah upaya menjaga ekosistem marine  dengan pendekatan atau norma agama.

Kemudian, saat ini ekosistem laut Indonesia menghadapi ancaman kerusakan parah yang disebabkan oleh eksploitasi sumber daya perikanan dan pencemaran pantai. Fenomena ini terjadi dalam skala global, regional, dan lokal.  Wilayah perairan Indonesia  tidak luput dari ancaman tersebut. Salah  satu  ancaman disebabkan oleh aktivitas penangkapan ikan yang dilakukan dengan cara yang tidak semestinya. Mereka melakukan kegiatan penangkapan ikan yang ilegal dan merusak.Kegiatan penangkapan ikan yang merusak   umumnya menggunakan bahan-bahan yang dapat merusak ekosistem laut, seperti bahan peledak (bom), bahan beracun, dan penangkapan ikan yang merusak lainnya.

Salah satu penyebab kerusakan ekologi laut di pesisir pantai Lamongan saat ini disebabkan oleh aktivitas penangkapan ikan yang merusak laut. Kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap yang merusak seperti pukat, cantrang, dan payang tidak dapat dibenarkan. Namun, hasil laut yang beredar di tempat pelelangan ikan di Paciran, Lamongan, bergantung pada nelayan yang menggunakan alat tangkap tersebut. Meskipun dianggap ilegal dan merusak, kegiatan penangkapan ikan memainkan peran yang vital dalam pertumbuhan ekonomi di pantai Lamongan.

Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah adalah dua ormas Islam yang berpengaruh bagi masyarakat pesisir Lamongan. Ini menjadi alasan peran budaya yang signifikan dan posisi yang kuat dari kyai (tokoh agama / ulama yang dihormati), baik NU maupun Muhammadiyah. Pada artikel tersebut berpendapat bahwa ulama dapat membawa perubahan perilaku untuk melestarikan ekologi laut. Pada titik ini, ijtihad ekologis ulama pesisir Lamongan yang diwakili oleh NU dan Muhammadiyah menjadi penting.

Terkait ekologi laut, ulama NU di Paciran Lamongan telah mengeluarkan fatwa melalui Bahtsul Masa'il mereka. Fatwa tersebut menekankan bahwa melestarikan ekologi laut adalah kewajiban setiap Muslim, dan agama melarang penggunaan alat tangkap yang merusak. Sebaliknya, ulama Muhammadiyah di Paciran belum mengeluarkan fatwa secara institusional. Namun, ulama telah menghasilkan fatwa individu atau ijtihad pribadi. Sebagian besar kyai Muhammadiyah juga berpendapat bahwa kegiatan penangkapan ikan yang berbahaya dilarang, dan setiap Muslim juga harus berkewajiban untuk menjaga kelestarian lingkungan dan kelestarian ekosistem laut di pesisir Lamongan. Meskipun demikian, fatwa kedua komunitas tersebut telah menjadi penguatan kebijakan pemerintah dalam mencegah kerusakan ekosistem laut melalui eco-fishing.



 *Mahasiswa Hukum Tata Negara Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya






 

Sumber:

Thohir Luth, Siti Rohmah, Nur Chanifah, Moh. Anas Kholish, Ranitya Ganindha. (2022). Coastal Ulama Ijtihad and Destructive Fishing Prevention in Indonesia. AHKAM, 22, 2, 2022.

Posting Komentar

0 Komentar