Etika Al-Qur'an Sebagai Tanggung Jawab Lingkungan, Implikasi untuk Praktek Bisnis


Oleh: Arian Bagas Prasetyo*

Dalam Islam, Al-Qur'an memperlihatkan kegiatan bisnis sebagai fungsi sosial yang bermanfaat bagi kemanusiaan dan masyarakat, sehingga membentuk sudut pandang yang melibatkan rasa hormat terhadap manusia, perlakuan yang adil terhadap hewan dan tumbuhan, konsumsi sumber daya yang seimbang, kepemilikan dan tujuan yang bertanggung jawab untuk bisnis, dan kode etik praktisi bisnis. 

Etika Al-Qur'an untuk tanggung jawab lingkungan didasarkan pada hubungan manusia/bisnis-lingkungan (yaitu makhluk hidup dan tidak hidup). Menurut hubungan tersebut, manusia tidak memiliki unsur-unsur lingkungan. Sebaliknya, Tuhan adalah pencipta, pemelihara, dan pemilik utama dari seluruh lingkungan. Namun, manusia adalah spesies yang paling terhormat dan disukai yang diciptakan oleh Tuhan, melakukan peran mulia dengan semua sumber daya yang dia miliki melalui kepercayaan. Setiap perbuatan terhadap lingkungan dapat dihukum dalam hal ini, dan dalam kehidupan sesudahnya, ketika Tuhan menciptakan dunia dalam keindahan, dan harmoni, serta memiliki pengetahuan tentang setiap tindakan yang terjadi di bumi. 

Dengan mengingat hubungan ini, pembuangan sumber daya harus dilakukan secara bertanggung jawab, mengingat kesejahteraan setiap makhluk hidup, karena tidak ada yang memiliki persetujuan untuk menghancurkan atau menyia-nyiakan sumber daya yang diberikan Tuhan. Oleh karena itu, setiap manusia, sebagai penerima manfaat, memiliki kewajiban agama (atau etika) untuk menjaga semua elemen lingkungan yang diberikan kepada mereka, dan merawatnya untuk generasi mendatang. 

Mengingat sifat sakral dari berbagai elemen membantu mengubah kebiasaan buruk individu dalam menghadapi lingkungan yang muncul dari gaya hidup yang terlalu memanjakan, tidak berkelanjutan, dan pemborosan. Perubahan kebiasaan ini membantu melestarikan lingkungan untuk semua makhluk hidup dan untuk generasi mendatang. Hal ini harus ditegakkan dengan mengedukasi orang-orang percaya dalam perilaku lingkungan yang positif. Dari sudut pandang normatif, ini harus menjadi tanggung jawab setiap individu di bumi. 

Menurut Islam, Al-Qur'an adalah subjek normatif, yang menetapkan beberapa penilaian mengenai apa yang benar dan salahapa yang seharusnya atau tidak dilakukan. Ini memberikan bimbingan dan aspirasi spiritual, baik untuk Muslim maupun non-Muslim, sambil menghadapi berbagai tantangan lingkungan dan mencari solusinya. Semua kegiatan individu melampaui diri sendiri, mempengaruhi kesejahteraan dan kepentingan masyarakat lainnya. Oleh karena itu, semua cara yang mungkin harus digunakan untuk memanggil semua individu untuk berkomitmen pada etika, moral, dan sopan santun Al-Qur'an (atau instruksi agama mereka sendiri atau bimbingan inspirasional budaya) dalam menangani semua elemen lingkungan. 

Kemudian, dikatakan bahwa tanggung jawab manusia kepada Tuhan menyiratkan dan memerlukan tanggung jawab manusia kepada masyarakat. Islam mensyaratkan individu untuk bertanggung jawab secara lingkungan kepada orang lain di alam dan unsur-unsurnya. Etika dan penatalayanan lingkungan ini sebagian besar berasal dari teo-sentrisme, dan oleh karena itu manusia adalah penjaga bumi seperti yang dipercayakan oleh Tuhan.

Hubungan antara Tuhan, manusia, dan alam, yang mengharuskan manusia untuk bertindak sesuai dengan kode etik untuk menangani, mengambil manfaat, dan merawat, alam dan sumber dayanya. Kode etik ini diinformasikan oleh masalah agama, dan fakta ini meningkatkan cara pengguna sumber daya duniawi melihat tanggung jawab dan prinsip penatalayanan ini. Dalam Islam, manusia memiliki peran dalam melestarikan sumber daya alam, dengan hanya menggunakan sumber daya ini bila diperlukan untuk mencerminkan tanggung jawab mereka kepada Tuhan. Untuk konsekuensinya, ketertiban, keharmonisan, dan stabilitas ekologis lingkungan hidup harus dijaga. 



 *Mahasiswa Hukum Tata Negara Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya  

 

Sumber:

Akrum Helfaya, Amr Kotb, Rasha Hanafi. (2016). Qur’anic Ethics for Environmental Responsibility: Implications for Business PracticeSpringer Science+Business Media Dordrecht.

Posting Komentar

0 Komentar