Ngebel dan Isu Krisis Ekologis: Pelestarian Lingkungan Melalui Pendekatan Ekologi-Mistik dalam Narasi Serat Centhini


Oleh: Arian Bagas Prasetyo*

Pembangunan PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) di Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur dari tahun 2014-2022 masih dalam proses pembangunan. Dengan seiring berjalannya waktu  pembangunan PLTP yang dulu diwacanakan akan menjadi sumber listrik alternatif yang potensial di Indonesia, sekarang menuai kritik dari para aktivis lingkungan. Pengoperasian PLTP yang dinilai akan berpotensi menyebabkan krisis air dari pembendungan sungai Deram. Pengoperasian PLTP tersebut dikalkulasi akan menghabiskan volume air yang setara dengan konsumsi harian belasan ribu penduduk, karena sungai Deram menjadi jalur utama penyedia air di bagian utara Ngebel sampai Madiun. Kekhawatiran berkurangnya persediaan air tersebut yang menjadi permasalahan ekologis yang disuarakan. Berhubungan dengan itu, Serat Centhini pupuh 394. Wirangrong pada 18 hingga pupuh 398.Gambuh pada 38 mengisahkan tentang konsep pelestarian penempatan alam dan sumber air dalam ruang kepercayaan budaya. Bahkan menyebut sumber air sekitar Ngebel sebagai sumber kabuyutan atau tempat yang sacral.

Dengan keberadaan sumber yang dibuyutkan pasti akan membentuk pranata tersendiri di masyarakat. Etika etis barang tentu diterapkan dalam posisi hirarkis hubungan manusia dengan alam. Pranata tersebut berwujud anggapan alam sebagai wujud manifestasi Sang Maha Kuasa. Simbolisasi terkait dengan menganggap alam sebagai Tuhan itu juga terdapat dalam perjalanan She Amongraga saat berad di Ngebel pada Serat Centhini kisaran awal abad 19. Seh Amongraga sebagai salah satu tokoh penting dalam Serat Centhini dengan Jamal dan Jamil diceritakan berada di Ngebel setelah melewati Trenggalek. Setelah rombongan Seh Amongraga tiba, mereka melihat seseorang yang sedang bersemedi di celangap warih (jalan air) yang Bernama Angganala, masyarakat asli Ngebel. Angganala memiliki keyakinan bahwa adanya penunggu telaga yang disebutnya mara bumi telaga. Mara bumi merupakan kekuatan yang menetap atau menunggui suatu tempat.

Keberadaan sesuatu yang liyan itu pun terlihat dari pranata masyarakat Jawa. Cara pandang tersebut menunjukkan bahwa semua sesuatu di dunia ini seolah-olah memiliki nyawa dan wajib dihormati. Paradigma keberadaan entitas liyan tersebut menempatkan manusia merupakan bukan satu-satunya penguasa di bumi. Peristiwa alam haru dipahami oleh manusia sebagai isyarat alam atas segala macam ketidakseimbangan yang terjadi. Hal lain terkait isu krisis air atas pembangunan PLTP Ngebel itu muncul dari ditempatkannya berbagai sumber air sebagai tempat keramat. Tempat yang dianggap angker itu berwujud suatu tempat yang menyimpan air bersih. Sumber air juga dinyatakan sebagai pusat kehidupan dari semua makhluk dan tanda adanya kehidupan di sekitarnya.

Tidak adanya kepedulian masyarakat terkait alam dipicu dengan adanya keterputusan imajiner terkait alam dari cara pandang manusia yang serba materialistik. Alam tidak lagi dianggap ada dan memberikan pengaruh dalam kehidupan manusia di masa mendatang. Manuskrip berperan dalam menggambarkan Kembali bagaimana keterkaitan alam dengan berbagai paranata dalam kehidupan. Seperti isu ekologi Nebel krisis air yang dikhawatirkan timbul atas pembangungan PLTP. Serat Centhini mereprestasikan konsep ekologi mistis yang menyebut air sebagai kabuyutan. Pola ekologi mistis yang ditemukan dalam narasi Serat Centhini dapat membuktikan adanya ritus dan pranata kehidupan masyarakat Ngebel akan pentingnya sumber air dalam kehidupan apabila terjaga.



*Mahasiswa Hukum Tata Negara Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya






Sumber:

Frengki Nur Fariya Pratama. (2022). Ngebel dan isu krisis ekologis: Pelestarian lingkungan melalui pendekatan ekologi-mistik dalam narasi serat centhini. Ansoruna: Journal of Islam and Youth Movement. Vol 1(1). April 2022. Hlm. 73-88.







Posting Komentar

0 Komentar