Tulisan Jawi: Dekolonisasi “Modern” dan “Islami” dalam Seni Indonesia

Oleh: Anissa Rahadiningtyas

Pada catatan yang tercecer untuk artikel atau ceramah berbahasa Inggris, Ahmad Sadali (1924-1987) mengutarakan pengamatannya terhadap kondisi yang menghambat perkembangan seni rupa Islam atau seni rupa Islam di Indonesia. Sadali mengidentifikasi bahwa hilangnya bahasa Arab dan permutasi jawi sebagai naskah tulisan akibat sistem pendidikan kolonial berkontribusi untuk menghilangkan Islam lebih jauh dari kesadaran dan praktik sehari-hari masyarakat, intelektual, dan seniman di Indonesia.

 

Aksara Tulisan Jawi atau Jawi adalah sistem penulisan lokal yang berasal dari bahasa Arab yang beredar di banyak wilayah Nusantara Indo-Melayu. Jawi adalah bukti adaptasi Islam dan transmutabilitas aksara Arab, dan pengaruhnya yang mendalam di Nusantara sejak sebelum abad keempat belas. Dalam tulisan ini, saya akan fokus pada karya empat seniman: Ahmad Sadali, AD Pirous (lahir 1932), Haryadi Suadi (1939-2016), dan Arahmaiani (lahir 1961), yang mengeksplorasi kapasitas tekstual dan artistik jawi dalam praktik artistik kontemporer mereka sejak tahun 1970-an. 

 

Saya berpendapat bahwa metode dan keyakinan masing-masing seniman berpotensi untuk mendekolonisasi tidak hanya praktik pembuatan seni tetapi juga transmisi pengetahuan dengan mereklamasi tradisi yang sangat terpinggirkan oleh pendidikan kolonial Belanda pada abad kesembilan belas dan kedua puluh. Lebih jauh, keterlibatan seniman dengan jawi mengedepankan ingatan dan pengalaman yang berbeda karena masing-masing mengajukan reinterpretasi heterogen mereka tentang gagasan menjadi "modern" dan "Islami."

Posting Komentar

0 Komentar